A. Narrow band transmission
Untuk membahas pengertian spread spectrum kita harus terlebih dahulu memiliki suatu referensi dengan membahas konsep narrow band transmission. Narrow band transmission merupakan suatu teknologi komunikasi yang hanya menggunakan spektrum frekuensi sekadar cukup untuk membawa sinyal data, tidak lebih dari itu. Memang telah menjadi misi FCC untuk sedapat mungkin menghemat penggunaan frekuensi, yaitu dengan memberikan sebatas yang diperlukan untuk membuat agar fungsi dapat berjalan. Bertentangan dengan misi FCC di atas, teknologi spread spectrum justru menggunakan band frekuensi yang jauh lebih lebar dibanding dengan frekuensi yang dibutuhkan untuk memancarkan.
Sinyal dapat dinyatakan bersifat spread spectrum jika bandwidth-nya jauh lebih lebar jika dibandingkan dengan bandwidth yang dibutuhkan untuk mengirim informasi. Gambar 1 mengilustrasikan perbedaan antara narrowband transmission dan spread spectrum transmission. Agar sinyal narrowband dapat diterima, maka sinyal-sinyal itu harus dapat bertahan di atas general noise level, yang disebut noise floor, hingga suatu taraf yang signifikan. Karena lebar band- nya terlalu sempit, maka suatu peak power tinggi mampu menjamin penerimaan sinyal narrowband secara sempurna.
Selain kebutuhan peak power tinggi untuk pengiriman sinyal, kelemahan lain dari narrowband transmission adalah bahwa sinyal narrowband dapat di-jam atau mudah sekali mengalami interferensi. Jamming adalah tindakan secara sengaja untuk menindih suatu transmisi dengan daya lebih tinggi menggunakan sinyal yang tak diinginkan pada band yang sama. Karena band-nya terlalu sempit,
maka sinyal-sinyal band lainnya, termasuk derau, dapat sepenuhnya melenyapkan informasi melalui overpowering atas suatu narrowband transmission.
Teknologi spread spectrum memungkinkan kita untuk membawa sejumlah informasi yang sama seperti yang dapat dikirimkan dengan menggunakan narrowband carrier signal dan menyebarkan sinyal itu pada kisaran frekuensi yang jauh lebih besar. Sebagai contoh, kita mungkin menggunakan 1 MHz pada 10 Watt dengan narrowband, namun pada spread spectrum kita dapat menggunakan 20 MHz pada 100 mW. Dengan menggunakan spektrum frekuensi yang lebih lebar, kita dapat memperkecil kemungkinan bahwa data akan mengalami perubahan/pengurangan (corrupted) atau jamming. Suatu upaya jamming terhadap narrow band pada suatu sinyal spread spectrum kemungkinan besar akan digagalkan oleh sebagian kecil informasi yang masuk ke dalam kisaran frekuensi narrowband signals. Sebagian besar data digital akan diterima secara sempurna. Radio RF spread spectrum yang ada sekarang dapat memancarkan kembali sejumlah kecil data yang hilang akibat interferensi narrowband.
Agar suatu sinyal dikelompokkan sebagai spread spectrum, sinyal itu harus menggunakan daya yang rendah. Dua karakteristik spread spectrum ini (penggunaan band frekuensi lebar dan daya yang sangat rendah) membuat sinyal ini seolah-olah merupakan sinyal derau bagi sebagian besar penerima.
Dalam frequency hopping systems, carrier atau pembawa mengubah-ubah frekuensi, atau melompat, menurut urutan yang bersifat pseudorandom. Urutan pseudorandom merupakan suatu daftar beberapa frekuensi ke arah mana pembawa akan melompat pada suatu interval waktu yang ditetapkan sebelum terjadi pengulangan pola tersebut. Transmiter menggunakan urutan lompatan ini untuk memilih
frekuensi pancarnya. Pembawa masih akan berada pada suatu frekuensi tertentu selama jangka waktu yang ditetapkan (yang dikenal dengan dwell time), dan kemudian menggunakan sedikit waktu untuk melompat ke frekuensi berikutnya (hop time). Bilamana daftar frekuensi tersebut telah terpakai semua, maka transmiter atau pemancar akan mengulangi urutan tersebut.
Gambar 2 memperlihatkan suatu frequency hopping system yang menggunakan urutan lompatan (hop sequence) 5 frekuensi pada suatu band yang berukuran 5 MHz. Dalam contoh ini urutannya adalah:
1. 2.449 GHz 3. 2.448 Ghz
2. 2.452 GHz 4. 2.450 Ghz
3. 2.448 GHz 5. 2.451 Ghz
Setelah radio memancarkan informasi pada pembawa 2.451 GHz, radio tersebut akan mengulang hop sequence (urutan lompatan), kemudian dimulai lagi dari frekuensi 2.449 GHz. Proses pengulangan urutan lompatan akan terus berlanjut hingga informasi diterima secara lengkap. Radio Penerima disinkronisasi terhadap hop sequence radio pemancar agar dapat menerima frekuensi yang sesuai pada waktu yang tepat. Sinyal kemudian didemodulasi dan digunakan oleh komputer penerima.
Efek Interferensi Narrow Band
Frequency hopping merupakan suatu metode pengiriman data dimana sistem transmisi dan penerima melompat menurut pola frekuensi berulang secara bersamaan. Seperti pada kasus dalam semua teknologi spread spectrum, frequency hopping system bersifat tahan/resisten – namun tidak kebal – terhadap interferensi narrow band. Pada contoh kami dalam Gambar 2, jika terdapat suatu sinyal yang mengganggu atau berinterferensi dengan sinyal pada frequency hopping system, misalnya 2.451 GHz, maka hanya porsi sinyal spread spectrum itu yang hilang. Sinyal spread spectrum lainnya masih akan tetap utuh, dan data yang hilang akan dikirimkan kembali.
Pada kenyataannya, suatu sinyal narrow band pengganggu mungkin menempati beberapa megahertz pada bandwidth. Karena frequency hopping band memiliki lebar lebih dari 83 MHz, sinyal pengganggu ini hanya akan menimbulkan sedikit degradasi (pemburukan) sinyal spread spectrum.
2.3 Frequency Hopping Systems
Pekerjaan dari IEEE adalah menciptakan standar operasi dalam bingkai peraturan yang diciptakan oleh FCC. IEEE dan OpenAir standard berkenaan dengan FHSS system menggambarkan:
• Band frekuensi mana yang harus digunakan
• Hop sequence
• Dwell times
• Data rates
IEEE 802.11 standard menetapkan data rates sebesar 1 Mbps dan 2 Mbps dan OpenAir (suatu standar yang diciptakan oleh forum antar operasi LAN nirkabel yang sekarang tidak berfungsi) menetapkan data rates sebesar 800 kbps dan 1.6 Mbps. Agar suatu frequency hopping systems berada pada 802.11 atau sesuai dengan OpenAir, maka ia harus beroperasi pada band frekuensi 2.4 GHz ISM (yang didefinisikan oleh FCC berada pada kisaran dari 2.4000 GHz sampai 2.5000 GHz). Kedua standar ini memungkinkan operasi pada kisaran frekuensi 2.4000 GHz sampai 2.4833 GHz.
Saluran
Suatu frequency hopping system akan bekerja menggunakan suatu pola lompatan khusus yang disebut saluran (channel). Frequency hopping system secara tipikal menggunakan 26 pola lompatan standar dari FCC dan sebagian dari pola itu. Beberapa frequency hopping system memungkinkan penciptaan suatu pola lompatan yang disesuaikan dengan kebutuhan (custom hop patterns), dan sistem-sistem yang lain bahkan memungkinkan sinkronisasi antar sistem untuk sepenuhnya mengeliminasi kolisi atau benturan dalam suatu lingkungan yang digunakan bersama.
|
| Frequency hopping sistem yang menempati lokasi |
| secara bersamaan. |
Sekalipun dimungkinkan untuk memiliki hingga sebanyak 79 titik-titik akses tersinkronisasi yang menempati suatu lokasi secara bersamaan, namun dengan pola banyak sistem ini, masing- masing frequency hopping radio akan memerlukan sinkronisasi yang presisi dengan semua radio lainnya agar tidak saling mengganggu (atau memancar pada frekuensi yang sama seperti) frequency hopping radio lainnya di kawasan itu. Biaya untuk satu set sistem semacam itu memang memberatkan dan pada umumnya tidak dipandang sebagai
suatu pilihan. Jika digunakan radio-radio yang tersinkronisasi, maka pengeluarannya hanya membolehkan maksimum 12 sistem yang menempati lokasi bersama.
Jika digunakan radio-radio non-sinkronisasi, maka 26 sistem dapat ditempatkan bersama-sama dalam suatu lokasi LAN nirkabel; jumlah ini dianggap merupakan jumlah maksimum dalam suatu LAN nirkabel dengan tingkat lalu lintas sedang. Meningkatnya lalu lintas komunikasi secara signifikan atau pengiriman file besar secara rutin memberikan batasan praktis atas jumlah sistem yang menempati lokasi yang sama maksimum sebanyak 15. Lebih dari 15 frequency hopping system yang berada dalam lingkungan ini akan saling mengganggu hingga tingkat dimana kolisi (benturan sinyal) akan mulai mengurangi throughput agregat dari LAN nirkabel.
Dwell Time
Pada saat membahas frequency hopping system, kita membahas sistem yang harus memancar pada suatu frekuensi yang telah ditetapkan untuk jangka waktu tertentu, dan kemudian melompat ke frekuensi yang berbeda untuk meneruskan transmisi. Pada saat frequency hopping system memancar pada suatu frekuensi, maka proses pemancaran ini harus berlangsung selama jangka waktu tertentu. Jangka waktu ini disebut dwell time. Setelah dwell time habis, maka sistem ini beralih ke suatu frekuensi berbeda dan mulai memancar lagi.
Anggaplah suatu frequency hopping system hanya memancar pada dua frekuensi, yaitu 2.401 GHz dan 2.402 GHz. Sistem tersebut akan memancar pada frekuensi 2.401 selama jangka dwell time – misalnya 100 milidetik (ms). Setelah 100 milidetik radio tersebut akan mengubah frekuensi pemancarnya menjadi 2.402 GHz dan mengirimkan informasi pada frekuensi itu selama 100 milidetik. Karena dalam contoh kami, radio tersebut hanya menggunakan frekuensi 2.401 dan 2.402 GHz maka radio tersebut akan melompat kembali ke frekuensi 2.401 dan memulai proses tersebut secara berulang-ulang.
Hop Time
Pada saat mempertimbangkan aksi lompatan frekuensi dari suatu frequency hopping radio, dwell time hanya merupakan salah satu pertimbangan. Pada saat suatu frequency hopping radio melompat dari frekuensi A ke frekuensi B, maka ia harus mengubah frekuensi pancar dalam salah satu dari dua cara. Radio tersebut harus beralih ke suatu rangkaian yang berbeda yang telah diselaraskan dengan frekuensi baru tersebut, atau ia harus mengubah sebagian elemen dari rangkaian yang ada untuk menyelaraskan dengan frekuensi baru tersebut. Pada tiap cara, proses peralihan ke frekuensi baru harus tuntas sebelum transmisi dapat dijalankan kembali, dan perubahan ini membutuhkan waktu karena adanya latensi listrik yang inheren dalam sistem rangkaian. Terdapat sedikit waktu selama perubahan frekuensi ini dimana radio tersebut tidak memancar, yang disebut hop time. Hop time diukur dalam mikrodetik (μs) dan dengan dwell time yang relatif panjang yaitu sekitar 100-200 ms, hop time menjadi tidak signifikan. Sistem FHSS 802.11 yang tipikal melompat antar saluran dalam waktu 200-300 μs.
|
Frequency Hop
Sequence: 1, 3, 2, 4
|
Dengan dwell time yang sangat singkat 500-600 μs, seperti yang digunakan dalam beberapa frequency hopping system seperti
Bluetooth, hop time dapat menjadi sangat signifikan. Jika kita memperhatikan efek hop time sehubungan dengan throughput data, kita menemukan bahwa semakin lama hop time jika dibanding dengan dwell time, maka semakin lambat pula laju transmisi data yang diukur dalam bit.
Fakta ini secara kasar dapat dituangkan menjadi: semakin lama dwell time = semakin besar throughtput.
2.3.4 Dwell Time Limits
FCC mendefinisikan maksimum dwell time dari suatu frequency hopping spread spectrum system pada 400 ms per carrier frequency dalam periode waktu 30 detik. Sebagai contoh, jika suatu transmiter (pemancar) menggunakan frekuensi selama 100 ms, kemudian melompat melalui urutan keseluruhan 75 hop (lompatan) (tiap hop memiliki dwell time yang sama 100 ms) yang kemudian kembali ke frekuensi asal, maka transmisi itu menghabiskan waktu sedikit di atas 7.5 detik dalam hopping sequence ini. Alasan mengapa besar waktunya tidak tepat 7.5 detik adalah karena adanya hop time. Proses pelompatan melalui hop sequence 4 kali berturut-turut akan menghasilkan 400 ms untuk tiap frekuensi pembawa (carrier frequency) selama kerangka waktu yang mencapai 30 detik (7.5 detik x 4 lewatan melalui hop sequence) yang diijinkan oleh peraturan FCC. Contoh lain bagaimana suatu FHSS sistem mungkin berada dalam peraturan FCC adalah dwell time selama 200 ms yang melewati hop sequence hanya 2 x dalam 30 detik atau dwell time sebesar 400 ms yang melewati hop sequence hanya satu kali 30 detik. Skenario manapun yang digunakan sangat cocok bagi pabrik untuk implementasinya. Perbedaan utama antara masing-masing dari skenario ini adalah bagaimana hop time mempengaruhi throughput. Penggunaan dwell time 100 ms, empat kali sebanyak hop harus dilakukan seperti pada saat menggunakan dwell time 400 ms. Hopping time tambahan ini menurunkan sistem throughput.
Biasanya, frequency hopping radio tidak akan diprogram untuk beroperasi pada batas resmi ini; namun masih disediakan ruang antara batas resmi dan kisaran operasi yang sebenarnya untuk memberikan sedikit keleluasaan pengaturan bagi operator. Dengan menyesuaikan dwell time, seorang administrator dapat mengoptimalkan jaringan FHSS untuk areal dimana terdapat banyak interferensi atau sangat sedikit interferensi. Pada suatu areal dimana terdapat sedikit interferensi, maka diinginkan adanya dwell time yang lebih lama dan karenanya diinginkan throughput yang lebih besar. Sebaliknya, pada areal dimana terdapat banyak interferensi dan banyak retransmisi diperlukan karena terdapat paket data yang tidak sempurna (corrupted), maka diperlukan dwell time yang lebih singkat.
Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS)
Direct sequence spread spectrum merupakan jenis spread spectrum yang paling luas dikenal dan paling banyak digunakan, karena sistem ini dikenal paling mudah implementasinya dan memiliki data rate yang tinggi. Sebagian besar peralatan atau piranti LAN nirkabel yang ada di pasaran sekarang ini menggunakan teknologi DSSS. DSSS merupakan suatu metode untuk mengirimkan data dimana sistem pengirim dan penerima keduanya berada pada set frekuensi yang lebarnya adalah 22 MHz. Saluran yang lebar ini memungkinkan piranti untuk memancarkan lebih banyak informasi pada data rate yang lebih tinggi dibanding FHSS system yang ada sekarang.
Bagaimana DSSS Bekerja
DSSS menggabungkan sinyal data pada stasiun pengirim dengan suatu data rate bit sequence yang lebih tinggi, yang dikenal sebagai chipping code atau processing gain. Processing gain yang tinggi meningkatkan tahanan sinyal terhadap interferensi. Linear processing gain minimum yang diijinkan oleh FCC adalah 10, dan sebagian besar produk yang ada di pasaran bekerja di bawah 20. Kelompok kerja 802.11 IEEE telah menetapkan persyaratan processing gain minimum sebesar 11. Proses direct sequence dimulai dengan suatu carrier yang dimodulasi dengan suatu code sequence. Jumlah “chips” dalam code tersebut akan menentukan seberapa besar penyebaran (spreading) terjadi, dan jumlah chip per bit dan laju code (dalam chip per detik) akan menentukan data rate.
Direct Sequence System
Pada 2.4 GHz ISM band, IEEE menetapkan penggunaan DSSS pada data rate 1 atau 2 Mbps menurut standar 802.11. Menurut standar 802.11b – yang kadang-kadang disebut high-rate wireless – ditetapkan data rate sebesar 5.5 dan 11 Mbps.
Piranti IEEE 802.11b yang bekerja pada 5.5 atau 11 Mbps mampu berkomunikasi dengan piranti-piranti 802.11 yang bekerja pada 1 atau 2 Mbps karena standar 802.11b menyediakan backward compatibility.
User yang menggunakan piranti-piranti 802.11 tidak perlu meng-upgrade keseluruhan piranti LAN nirkabel mereka untuk dapat menggunakan piranti-piranti 802.11b pada jaringan mereka.
Tambahan terbaru terhadap daftar piranti yang menggunakan teknologi direct sequence adalah standar IEEE 802.11a, yang menetapkan unit-unit yang dapat bekerja pada lebih dari 54 Mbps. Sayangnya, untuk para pengguna piranti 802.11 dan 802.11b, piranti 802.11a tidak sepenuhnya kompatibel dengan 802.11b karena ia tidak menggunakan band frekuensi 2.4 GHz, namun menggunakan UNII band 5 GHz.
Untuk sementara waktu, hal ini masih menjadi masalah karena banyak user ingin memanfaatkan teknologi direct sequence yang bisa mengirimkan data pada data rate 54 Mbps, namun tidak ingin mengeluarkan biaya untuk upgrade LAN nirkabel secara menyeluruh. Oleh karena itu, belakangan ini, standar IEEE 802.11g mendapat persetujuan untuk menetapkan sistem direct sequence yang bekerja pada 2.4 GHz ISM band yang dapat mengirimkan data hingga mencapai data rate sebesar 54 Mbps. Teknologi 802.11g menjadi teknologi 54 Mbps pertama yang memiliki backward compatibility dengan piranti 802.11 dan 802.11b. Sejak penulisan ini, draft pertama dari standar 802.11g telah disetujui sebagai standar di masa yang akan datang, namun spesifikasi standar baru ini masih dalam bentuk draft. Informasi yang lebih lengkap mengenai standar 802.11g bisa diperoleh pada situs
Saluran
Berbeda dengan frequency hopping system yang menggunakan hop sequences untuk mendefinisikan saluran, direct sequence system menggunakan suatu definisi saluran yang lebih konvensional. Tiap saluran merupakan suatu band frequensi yang bersebelahan yang lebarnya 22 MHz, dan frekuensi pembawa 1 MHz digunakan dengan FHSS. Saluran 1, misalnya, bekerja dari frekuensi 2,401 GHz sampai 2,432 GHz (2,412 GHz ± 11 MHz); saluran 2 bekerja dari 2,406 sampai 2,429 GHz (2.417 ± 11 MHz), dan seterusnya. Gambar 4 mengilustrasikan penjelasan ini.
|
Alokasi saluran DSSS dan hubungan spektralnya
|
Diagram pada Gambar 5 memuat daftar lengkap saluran yang digunakan di AS dan Eropa. Spesifikasi standar 802.11b hanya menetapkan 11 saluran untuk pemakaian tanpa ijin di AS. Kita dapat melihat bahwa saluran 1 dan 2 bertumpang tindih (overlap) dengan suatu besaran yang signifikan. Tiap frekuensi yang dicantumkan pada diagram ini dianggap merupakan frekuensi sentral. Dari frekuensi sentral ini, ditambahkan dan dikurangkan 11 MHz untuk mendapatkan saluran dengan lebar 22 MHz yang terpakai. Sekarang mudah dilihat bahwa saluran-saluran di dekatnya (saluran yang secara langsung bersebelahan satu sama lain) akan bertumpang-tindih secara signifikan.
ID Saluran Frekuensi Frekuensi
saluran FCC saluran ETSI
1 2,412 N/A
2 2,417 N/A
3 2,422 2,422
4 2,427 2,427
5 2,432 2,432
6 2,437 2,437
7 2,442 2,442
8 2,447 2,447
9 2,452 2,452
10 2,457 2,457
11 2,462 2,462
Penetapan frekuensi saluran DSSS
Pemakaian sistem DSSS dengan saluran-saluran yang bertum-pang-tindih (overlapping channel) akan menimbulkan interferensi antar-sistem tersebut. Karena frekuensi-frekuensi sentral berjarak 5 MHz dan saluran-salurannya memiliki lebar 22 MHz, maka saluran-saluran hanya boleh ditempatkan pada lokasi yang sama jika jumlah salurannya 5, yang terpisah satu sama lain: saluran 1 dan 6 tidak bertumpang-tindih, saluran 2 dan 7 tidak bertumpang-tindih, dan seterusnya. Terdapat maksimum 3 sistem sekuens langsung yang mungkin yang dapat ditempatkan pada lokasi yang sama karena saluran 1, 6 dan 11 merupakan saluran-saluran yang tidak bertumpang-tindih secara teoritis. Tiga saluran yang tidak bertumpang-tindih itu digambarkan pada Gambar 6.
Istilah “secara teoritis” digunakan di sini karena, seperti yang akan kita bahas pada Bab 9 – Pelacakan Gangguan, saluran 6 pada kenyataannya dapat bertumpang-tindih dengan saluran 1 dan 11 (yang bergantung pada peralatan yang digunakan dan jarak antar sistem), yang dapat menimbulkan degradasi koneksi dan kecepatan LAN nirkabel.
|
Saluran
DSSS yang tidak bertumpang-tindih
|
Membandingkan FHSS dan DSSS
Baik teknologi FHSS maupun DSSS memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri-sendiri, dan administrator LAN nirkabel berkewajiban untuk memberikan bobot pertimbangan yang tepat untuk masing-masing sistem saat memutuskan bagaimana mengimplementasikan suatu LAN nirkabel. Bagian ini akan mencakup beberapa faktor yang harus dibahas pada saat menentukan teknologi mana yang cocok untuk perusahaan anda, yang meliputi:
• Interferensi narrowband
• Co-lokasi
• Biaya
• Kompatibilitas dan ketersediaan peralatan
• Data rate & throughput
• Keamanan
• Dan sistem support standar
Interferensi Narrowband
Keunggulan dari teknologi FHSS meliputi resistensinya yang lebih besar terhadap interferensi narrowband. Sistem DSSS mungkin lebih dipengaruhi oleh interferensi narrowband jika dibanding sistem FHSS karena sistem tersebut menggunakan band-band yang
berdekatan yang lebarnya 22 MHz, bukannya 79 MHz seperti yang digunakan pada sistem FHSS. Fakta ini mungkin menjadi suatu pertimbangan yang serius jika situs LAN nirkabel yang diusulkan berada dalam suatu lingkungan yang memiliki interferensi semacam itu.
Biaya
Pada saat mengimplementasikan suatu LAN nirkabel, keunggulan dari teknologi DSSS mungkin lebih perlu diperhatikan dibanding keunggulan sistem FHSS, lebih-lebih bila memiliki anggaran yang ketat. Biaya untuk mengimplementasikan suatu direct sequence system jauh lebih rendah jika dibanding dengan biaya frequency hopping system. Peralatan DSSS sekarang tersedia secara meluas di pasaran, dan pemakaiannya oleh banyak kalangan membantu menurunkan biaya. Beberapa tahun yang lalu, peralatan ini hanya bisa dijangkau oleh pelanggan yang berupa perusahaan. Sekarang, PC card, yang sesuai dengan standar 802.11b dengan kualitas yang sangat baik bisa dibeli dengan harga kurang dari $100. FHSS card yang cocok dengan standar 802.11 atau OpenAir standard secara tipikal memiliki harga yang berkisar dari $150 hingga $350 di pasar dewasa ini yang bergantung pada pabriknya dan standar yang bisa digunakan oleh card tersebut.
Ko-lokasi
Keunggulan dari FHSS jika dibanding DSSS adalah kemampuannya untuk menepatkan lebih banyak frequency hopping system secara bersamaan jika dibanding pada direct sequence system. Karena frequency hopping system merupakan frekuensi yang memiliki agilitas tinggi dan memanfaatkan 79 saluran diskrit, maka frequency hopping system memiliki suatu keunggulan ko-lokasi, dibanding direct sequence system, yang memiliki kolokasi maksimum 3 titik akses.
|
Perbandingan Ko-lokasi |
Meskipun demikian, saat menghitung biaya perangkat keras FHSS system untuk mendapatkan throughput yang sama seperti pada sistem DSSS, maka keunggulan semacam itu segera hilang. Karena sistem DSSS dapat memiliki 3 titik akses pada lokasi yang sama, sementara throughput yang sama untuk konfigurasi ini akan sebesar:
3 access points x 11 Mbps = 33 Mbps
Pada kira-kira 50% dari rated bandwidth, throughput system DSSS akan sebesar:
33 Mbps/2 = 16,5 Mbps
Dalam konfigurasi ini, suatu sistem FHSS akan memerlukan 13 titik akses tambahan yang harus dibeli untuk mendapatkan throughput yang sama seperti sistem DSSS. Selain itu, jasa instalasi tambahan untuk unit-unit ini, tabel, konektor, dan antena semuanya juga perlu dibeli.
Seperti yang anda saksikan, terdapat keunggulan bagi ko-lokasi untuk tiap jenis sistem. Jika tujuannya adalah biaya yang rendah dan throughput yang tinggi, maka jelas teknologi DSSS akan lebih unggul. Jika tujuannya adalah untuk membuat user yang segmentasi menggunakan titik-titik akses yang berbeda pada suatu lingkungan kolokasi yang padat, maka FHSS merupakan alternatif yang tepat.
Kompatibilitas dan Ketersediaan Peralatan
WECA (Wireless Ethernet Compatibility Alliance) melakukan pengujian atas peralatan LAN nirkabel DSSS yang sesuai dengan standar 802.11b untuk menjamin bahwa peralatan semacam itu dapat bekerja pada kondisi adanya dan beroperasi bersama dengan piranti DSSS standar 802.11 lainnya. Standar interoperasibilitas yang diciptakan oleh WECA yang sekarang pemakaiannya disebut sebagai Wireless Fidelity, atau Wi-FiTM, dan piranti-piranti yang lolos uji interoperasibilitas ini disebut sebagai piranti yang memenuhi syarat Wi-Fi. Piranti-piranti dengan predikat Wi-Fi diijinkan untuk menempelkan logo Wi-Fi pada materi serta piranti pemasaran yang terkait yang memperlihatkan bahwa mereka telah diuji dan bisa berinteroperasi dengan piranti-piranti yang memenuhi syarat Wi-Fi lainnya.
Tidak dilakukan uji kompatibilitas semacam itu terhadap peralatan yang menggunakan FHSS. Memang terdapat standar seperti 802.11 dan OpenAir, namun belum ada organisasi yang melangkah lebih jauh untuk melakukan semacam pengujian kompatibilitas atas piranti FHSS sebagaimana yang dilakukan oleh WECA untuk DSSS. Karena popularitas radio yang memenuhi syarat standar 802.11b, maka jauh lebih mudah untuk memperoleh unit-unit ini. Terjadi permintaan yang meningkat atas radio yang memenuhi spesifikasi Wi-Fi, sementara permintaan akan radio FHSS masih cukup stabil, sekalipun mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Data rate & throughput
Frequency hopping system yang paling mutakhir lebih lambat dibanding sistem DSSS paling mutakhir utamanya karena data rate mereka hanya sebesar 2 Mbps. Sekalipun beberapa sistem FHSS beroperasi pada data rate 3 Mbps atau lebih namun sistem-sistem ini tidak memenuhi spesifikasi standar 802.11 dan mungkin tidak berinteroperasi dengan sistem FHSS lainnya. Sistem FHSS dan DHSS memiliki suatu throughput (data yang sungguh- sungguh dikirimkan) hanya sekitar setengah dari data rate-nya. Saat menguji throughput dari suatu instalasi LAN nirkabel baru, pencapaian sebesar 5-6 Mbps
pada setting 11 Mbps untuk DSSS atau 1 Mbps pada setting 2 Mbps merupakan hal yang biasa saat menggunakan sistem DSSS. HomeRF 2.0 menggunakan frequency hopping technology dengan band lebar untuk mencapai data rate 10 Mbps, yang pada gilirannya mencapai throughput aktual sekitar 5 Mbps. Yang menjadi persoalan adalah bahwa membandingkan HomeRF 2.0 terhadap sistem 802.11 atau 802.11b tidaklah seperti membandingkan buah apel. Perbedaannya adalah bahwa HomeRF memiliki output daya yang terbatas (125 mW) jika dibanding output pada sistem 802.11 (1 watt).
Pada saat wireless frames ditransmisikan, terdapat jeda (pause) antar data frame untuk sinyal kontrol dan tugas -tugas overhead lain. Dengan frequency hopping system, penjarakan antar frame ini tidak lebih panjang dibanding yang digunakan oleh direct sequence system, yang mengakibatkan pelambatan laju dari data yang sungguh-sungguh dikirimkan (throughput). Selain itu, pada saat frequency hopping system sedang dalam proses pengubahan frekuensi pancar, data tidak dikirimkan. Hal ini dapat diartikan adanya throughput yang hilang lagi, sekalipun hanya dalam jumlah kecil. Beberapa sistem LAN nirkabel menggunakan physical layer protocols yang dimilikinya untuk meningkatkan throughput. Metode ini bisa berjalan, yang menghasilkan throughput hingga setinggi 80% dari data rate tersebut, namun jika hal ini dilakukan, akan mengorbankan interoperasibilitas.
Penutup
Seperti yang pernah dibahas sebelumnya, DSSS banyak diterima pasar karena biayanya yang murah, kecepatan tinggi, dan memiliki standar interoperabilitas Wi-Fi dari WECA, dan masih terdapat banyak faktor lainnya. Penerimaan pasar ini hanya akan mengalami akselerasi akibat adanya industri yang bergerak ke arah teknologi yang lebih baru, dengan sistem DSSS yang lebih cepat, seperti perangkat keras LAN nirkabel yang memenuhi spesifikasi 802.11g dan 802.11a yang baru. Standar interoperasibilitas Wi-Fi5 yang baru dari WECA untuk sistem DSSS 5 GHz yang bekerja dalam band UNII akan membantu menggerakkan industri ke arah yang sama
dan lebih cepat seperti yang pernah dicapai sebelumnya. Standar baru untuk sistem FHSS meliputi HomeRF 2.0 dan 802.15 (untuk mendukung WPAN seperti Bluetooth), namun tak satupun untuk memajukan sistem FHSS pada sistem tersebut. Semua standar dan teknologi ini akan dibahas lebih lanjut pada Bab 6 (Organisasi dan Peraturan).
Sumber:
http://p3m.amikom.ac.id/